Bertualang di Desa Rianiate rasanya belum lengkap jika tidak mengunjungi Danau Siasis. Apabila pengunjung menyusuri Sungai Rianiate sejauh satu kilometer ke arah hilir, perjalanan akan berakhir di Danau Siasis yang sangat indah.
Danau Siasis merupakan danau terluas kedua di Sumatra Utara setelah Danau Toba. Puluhan sungai besar dan kecil dari gugusan pegunungan di sekeliling danau berkontribusi memberikan pasokan air.
Aek Batang Toru menjadi penyumbang terbesar air bagi danau itu. Meski memiliki pemandangan alam yang demikian indah, sayangnya, Danau Siasis belum dimanfaatkan sebagai tempat tujuan wisata.
Lebih ironis, para mafi a kayu telah mencederai hutan-hutan di sekelilingnya. Selain menyajikan pemandangan yang menakjubkan, sebagai danau alam, Siais memberikan manfaat ekonomi yang besar bagi masyarakat di sekitarnya.
Warga kerap kali menangkap ikan yang hidup di dalam danau untuk memenuhi kebutuhan akan laukpauk. Danau juga dimanfaatkan sebagai jalur transportasi air.
Dengan menggunakan sampan, masyarakat setempat dapat menyeberangi danau untuk mencapai wilayah lainnya. Warga Desa Rianiate memang terkenal sebagai orang-orang yang terampil membuat sampan.
Bahkan, saat ini, penduduk Rianiate berhasil membuat perahu yang lebih besar untuk digunakan sebagai moda transportasi air. Perahu dengan kapasitas 20 penumpang itu berukuran panjang 15 meter dan lebar 1 meter.
Sebagai penggeraknya, perahu menggunakan mesin kompeng berbahan bakar solar. Tidak kurang dari tujuh unit perahu kompeng melayani rute Rianiate - Batang Toru dan Batang Toru – Rianiate setiap harinya.
Dari sungai Rianiate yang sempit, perahu motor pelan-pelan akan menghilir ke danau, lalu keluar melalui mulut Sungai Batang Toru. Setelah meninggalkan panorama Siais yang indah dan tenang, perahu kompeng selanjutnya bergerak ke hulu menentang arus Batang Toru yang cukup deras.
Waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke Batang Toru sekitar tiga jam dengan jarak tempuh kira-kira 60 kilometer. Selama menyusuri sungai, panorama indah terbentang di depan mata.
Beberapa jenis satwa liar, seperti elang, biawak, dan kera, menjadi daya tarik tersendiri yang bisa dinikmati di sepanjang pinggiran sungai. Sesekali, rumah-rumah penduduk yang lebih tepat disebut gubuk pun teramati.
Para penghuninya ialah anak-anak kandung pedalaman yang hidup dengan sangat sederhana. Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan.
Di bagian hilir, arusnya berakhir ke laut di pesisir barat setelah lebih dulu membagi airnya sebagian ke Danau Siais. Sedangkan di hulu, Batang Toru melintasi Tarutung, Tapanuli Utara.
Masyarakat sana mengenalnya dengan nama Aek Sarulla. Saking populernya, sungai itu menginspirasi lahirnya lagu Batak yang juga cukup dikenal. Coba simak petikan lagu ini.
“Aek sarulla, tu dia ho laho. Na ginjang ma nian jalan mi.… (Sungai Sarulla, ke mana kau pergi. Panjang nian jalanmu….)” Lagu itu sering kali diajarkan kepada anak-anak SD.
Selain karena besar dan panjangnya, belakangan, Batang Toru alias Sarulla mulai disebut-sebut memiliki jeram yang sangat menantang. Jeram itu dapat ditemui mulai dari Desa Sipetang hingga Jembatan Trikora di Batang Toru.
Pada 2002, kelompok pencinta alam Kompas USU yang dipimpin Robert AP Lubis kali pertama berarung jeram di Batang Toru. Menurut salah seorang aktivis Kompas USU, Popoy, Sungai Batang Toru memiliki satu jeram besar dengan grade 6.
Hingga saat ini, belum ada orang yang berani melewatinya karena jeram itu sangat berbahaya.
Mereka yang berani melintasinya berisiko terenggut nyawanya. Sebagai perbandingan, arung jeram Asahan yang berskala internasional saja memiliki jeram tertinggi dengan grade 5+.
Dengan kondisi seperti itu, belum ada satu pun kelompok pencinta alam yang berani mengarunginya.
MD/L-2
source:http://koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=63271